Minggu, 22 Desember 2013

Ibuku...


Ini aku dan Ibuku.

Kata banyak orang, serupa tapi tak sama. Karena Ibuku masih terlihat sangat cantik di usianya yang menginjak 57 tahun.
Yaa...dialah Ibuku.
Perempuan hebat yang ada dalam jiwaku.
Perempuan tangguh yang selalu menyenangkan hatiku.
Perempuan tersabar yang paling mengasihiku.
Dialah Ibuku. Penyemangatku, sumber inspirasi dalam hidupku, panutanku, dan contohku.

Ibuku pekerja. Ibuku seorang Guru.
Ibu selalu mengajariku tentang bagaimana seorang perempuan harus mampu menjadi seorang ibu dan istri yang baik, sekaligus menjadi dirinya sendiri. Ibu selalu mengajariku, bahwa perempuan harus mandiri, kuat, dan jangan pernah menjadi orang yang lemah. Dan ibu buktikan itu semua, tanpa lelah ibu bekerja dengan sungguh-sungguh, dan tanpa lelah pula mengurus anak dan suami. Setiap pagi, ibu harus bangun lebih pagi dari aku, hanya untuk menyiapkan segala macam urusan anak-anaknya, dari urusan sarapan sampai urusan sekolah. Saat aku berangkat sekolah, ibuku pun berangkat mengajar. Sepulangnya, ibuku tanpa lelah masih mengurus segala hal tentang rumah, mengantarkan aku les, dan menemaniku belajar. Semuanya ibu lakukan tanpa lelah, apalagi mengeluh.

Sepanjang usiaku saat ini, tak pernah sekalipun aku mendengar Ibuku mengeluhkan soal aku. Bahkan saat aku menyakiti hati Ibu, dan Ibu selalu memaafkanku, menasehatiku dengan sabar, dan mau mendengarkan segala ocehanku. 

Kadang aku malu dengan ibu. Karena aku masih sering mengeluh tentang pekerjaanku, tentang lelahnya mengurus anak dan suami, tentang susahnya menjadi perempuan kuat seperti ibuku. Kalau ku kalkulasi dengan angka, 10 tahun aku mengurus anak, keluhannya serasa 50 tahun. Aku juga kadang malu, kalau saat-saat tertentu aku malas memasak untuk anakku. Dulu hingga sekarang, sekalipun ibuku tidak pernah terlambat menyiapkan segala macam makanan untuk anak-anaknya. Padahal kutahu, ibuku sudah lelah karena bekerja.
Dan banyak hal lain yang membuatku malu, kalau aku ingat kehebatan ibuku.

Bahkan sampai detik ini aku tidak bisa memberi apa-apa untuk ibuku. Tapi selalu ibu bilang, ibu tidak meminta apa-apa, ibu hanya bisa mendoakan anak-anak ibu selalu mendapatkan yang terbaik dalam hidup. Ya...Ibuku selalu memberi apa saja yang aku butuhkan, dan aku inginkan.

Ibuku contoh untukku. Semampuku aku menerapkannya.
Kesabaran, ketabahan, kekuatan, selalu mendoakan anak-anaknya, semuanya sempurna di mataku.

Dan doaku kepada Tuhan untuk Ibuku,
"Sempurnakan selalu kebahagiaan Ibuku, saat ini, nanti, dan kelak.
Karena tanganku tidak akan mampu membalas segala cinta dan kasih Ibuku.
Hanya Engkau lah yang bisa memberikan segala apa yang Ibu butuhkan saat ini.
Kabulkanlah doa seorang anak Ibuku ini, ya Allah.
Amin..."

Ibu, engkau perempuan sempurna dan terhebat.
Aku bangga menjadi anakmu, Ibu.
Selalu aku merindukanmu, Ibu.
Selamat Hari Ibu ya Ibuku....

Sabtu, 21 Desember 2013

Secangkir cokelat panas dan Kebahagiaan lain yang mengikutinya....

Pagi ini begitu dingin
dan kumerindukan secangkir cokelat panas 
bersamamu.

Bisa jadi secangkir cokelat panas itu adalah minuman biasa. Tapi tidak untukku.
Sepanjang usiaku, tidak pernah sekalipun aku menyukainya. Aku memilih segelas kopi hitam atau secangkir kopi mix sebagai teman yang menghangatkanku.
Tapi itu tidak lagi terjadi. Sejak secangkir cokelat panas itu mampir di mejaku, yang kamu bawakan untukku di pagi itu.
Niatmu bukan apa-apa, hanya menawarkan alternatif minuman hangat selain kopi kesukaanku, saat perutku tidak sedang kompromis denganku. Begitu katamu. Dan kamu berhasil membujukku, dengan sedikit "paksaan" menurutku, agar aku mau mengganti kopiku dengan secangkir cokelat panas.

Dan ternyata, aku menikmatinya. Cokelat panas itu mampu membuat perutku kembali bersahabat denganku. Dan bukan hanya itu, tawaran cokelat panas itu ternyata mampu membuatku menerima penawaran ketenangan dan kenyamanan yang lain darimu. Aku sangat menikmatinya. Sungguh. Secangkir cokelat panas ini telah menjadi candu baru untukku.

Kamu...pembawa cokelat panas untukku.
Akhirnya mampu membawakan satu kisah bahagia lain untukku.
Dan cokelat panas itu sebagai penanda tumbuhnya kerinduan yang datangnya tiba-tiba.

Kini aku tidak hanya mencandu cokelat panas itu. Aku telah mencandumu.

Rasanya secuil saja sudah cukup untukku dan untukmu. Untuk KITA.
Aku ingin menjadi lebih baik karena KITA ada.
Aku ingin bermanfaat karena KITA ada.

Dengan secangkir cokelat panas, dan dalam ruang yang terbatas ini, 
bahagia itu kuciptakan sendiri.

Terima kasih,
telah menghidupkan kebahagiaanku yang lain.
Tidak akan aku berharap lebih.
Hanya memintamu untuk selalu hadir,
membawaku pada secangkir cokelat panas yang lain, 
di setiap hari-hariku...

Lombok, 21122013
01.00 WITA