Rabu, 30 Oktober 2013

Pelajaran pagi ini...

Menjadi pribadi yang jauh lebih baik dari hari kemarin,
di saat orang lain menyakiti dan menghina kita.

Maka jangan pernah sekalipun mengotori tangan dan lidah kita,
hanya untuk membalaskan apa yang telah orang lain perbuat kepada kita.
Sesakit apapun itu.

Segala hinaan, makian, cacian orang lain,
jadikan itu sebagai cambuk yang memacu kita,
untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Bangkit, dan tunjukkan kepada dia dan siapapun,
bahwa yang terjadi hari ini adalah ujian yang harus kita lalui,
untuk kita bisa "naik kelas" yang lebih tinggi.
Karena sesungguhnya, Tuhan memberikan ujian kepada kita,
karena Tuhan Maha Tahu kemampuan kita untuk melaluinya.
Maka jika kita membalaskan apa yang dia perbuat,
sama artinya kita menyerah pada ujian Tuhan.

Bukankah kita tidak ingin tinggal kelas kan ?
Dan kita tidak ingin kan mereka bertepuk tangan atas penderitaan kita ?

Suatu saat justru mereka lah yang akan lebih sakit dari kita hari ini.
Percayalah.

Rabu, 23 Oktober 2013

tentang pin BB

semalam seorang kawan lama mengirim "watap" ke aku
dia kirim pin BB dan minta di invite
dan dengan jujur aku jawab aku tidak punya BB
dan saat dia menjawab lagi, kalau dia pakai andro (bukan android dia sebut),
ya tetap kujawab jujur, apalagi android, semakin jauh dari punya.
dan sepertinya kawanku ini heran berat
sampai dia tanya "lah kamu memangnya pake hp apa sih ???" *dengan 3 tanda tanya*
(watap itu tidak kubalas lagi)

hahahaha....
aku hanya bisa tertawa.
yang terutama menertawakan diriku sendiri.
saat hampir semua orang,sudah pakai BB dan "smartphone" andorid,
bahkan Zeba, anakku tidak kalah gaulnya pakai s***ng android.
aku masih saja bertahan dengan hp qwerty merk n***a lawas.
HP loh bukan BB apalagi Android.
hahahahahaha.....

kawanku ini bukan orang pertama dan mungkin bakalan bukan menjadi yang terakhir,
yang akan menanyakan soal pin BB atau android atau apapun lah sebutannya.
dan tetap aku akan menjawab aku tak pakai BB atau android, aku hanya pakai hp n***a lawas !

bukan aku tidak mengikuti perkembangan itu semua
bagiku, komunikasi itu bukan persoalan alatnya yang canggih dan terbaru.
bagiku, kebutuhan komunikasiku sampai saat ini tercukupi oleh hp-ku.
ketika aku harus berinteraksi dengan banyak informasi atau bekerja yang butuh koneksi internet,
aku pun tercukupi dengan peralatan yang kupunya. komputer dan laptop cukup.

hhhh...mungkin memang benar aku ketinggalan jaman.
tak punya pin BB pun tak masalah, tak resah dan gelisah.

tapi kenapa mesti share pin BB dan minta di invite kalau pakainya android ?

Senin, 21 Oktober 2013

ini tentang istri

Setahun kemarin saat tak sengaja aku nonton tv, acara Prie GS yang menampilkan sosok Darmanto Jatman, yang saat itu sedang dalam keadaan sakit (semoga diberikan kekuatan selalu..), aku tergelitik dengan salah satu puisi beliau yang dibacakan oleh Ibu Darmanto, yang judulnya Istri.

Mungkin kondisi para istri jaman sekarang tidak sama dengan apa yang digambarkan oleh Darmanto Jatman. Tapi paling tidak, disinilah Darmanto sebagai laki-laki-suami menggambarkan seorang perempuan-istri yang luar biasa karena mampu melakukan banyak hal tanpa mengeluh. 
Dan beliau memang sangat menghormati dan mencintai istrinya, bukan hanya di puisi.

Rasanya puisi ini memberikan senyawa lain untukku saat ini, Istri-mu.

Ku share saja puisi itu di sini.

ISTRI

Istri mesti digemateni
Ia sumber berkah dan rezeki
(Towikromo, Tambran, Pundong, Bantul)

Istri sangat penting untuk ngurus kita
Menyapu pekarangan
Memasak di dapur
Mencuci di sumur
Mengirim rantang ke sawah
dan ngerokin kita kalau kita masuk angin
Ya, Istri sangat penting untuk kita

Ia sisihan kita
kalau kita pergi kondangan
Ia tetimbangan kita
kalau kita mau jual palawija
Ia teman belakang kita
kalau kita lapar dan mau makan
Ia sigaraning nyawa kita
kalau kita...
Ia sakit kita!

Ah, lihatlah. Ia menjadi sama penting dengan
kerbau, luku, sawah, dan pohon kelapa
Ia kita cangkul di malam hari dan tak pernah ngeluh walaupun capek
Ia selalu rapih menyimpan benih yang kita tanamkan dengan rasa syukur, tahu rasa
terima kasih dan meninggikan harkat kita sebagai lelaki
Ia selalu memelihara ayam, itik, kambing, atau jagung

Ah. Ya. Istri sangat penting bagi kita justru ketika
kita mulai melupakannya
Seperti lidah ia di mulut kita
tak terasa
Seperti jantung ia di dada kita
tak teraba
Ya. Ya. Istri sangat penting bagi kita justru ketika
kita mulai melupakannya

Jadi waspadalah!
Tetep, madep, Manteb
Gemati, nastiti, ngati-ati
Supaya kita mandiri - perkasa dan pintar ngatur hidup
Tak tergantung tengkulak, pak dukuh, bekel atau lurah

Seperti Subadra bagi Arjuna
Makin jelita ia di antara maru-marunya
Seperti Arimbi bagi Bima
Jadilah ia jelita ketika melahirkan jabang Tetuka
Seperti Sawitri bagi Setyawan
Ia memelihara nyawa kita dari malapetaka

Ah. Ah. Ah.
Alangka pentingnya istri ketika kita mulai
melupakannya

Hormatilah istrimu
Seperti kau menghormati Dewi Sri
Sumber hidupmu
Makanlah
Karena memang demikianlah suratannya!

(Darmanto Jatman)

*kupetik dari blog dysaktisakti

Kamis, 17 Oktober 2013

Sakit Mas....

Sakit itu ya tetap sakit

Tidak lagi bisa ditutupi, sesakit itu ternyata
Air mata pun tidak mampu menepisnya

Tidak apa-apa

Ahhh..tapi aku bohong
Aku SAKIT !!!

Jujurlah saja
Supaya sakit itu lebih lengkap

Tak apa
Aku terima
Walaupun aku bohong !!!

Dia itu siapa ?

Sabtu, 12 Oktober 2013

ini gambarannya....



DARI CATATAN SEORANG DEMONSTRAN
 

Inilah peperangan
Tanpa jenderal, tanpa senapan
Pada hari-hari yang mendung
Bahkan tanpa harapan
Di sinilah keberanian diuji
Kebenaran dicoba dihancurkan
Pada hari-hari berkabung
Di depan menghadang ribuan lawan

Taufik Ismail - 1966


JALAN SEGARA

Di sinilah penembakan
Kepengecutan
Dilakukan

Ketika pawai bergerak
Dalam panas matahari

Dan pelor pembayar pajak
Negeri ini

Ditembuskan ke pungung
Anak-anaknya sendiri

Taufik Ismail - 1966


Puisi itu aku suka.
Sebuah gambaran perjuangan sebagai "setitik debu" - begitu kusebut diriku.
Saat ketakutan harus dihadapkan pada kebenaran.
Saat kebenaran di balikkan dalam cadar kemunafikan.

Bukan tanpa alasan, tulisan itu membuatku terbakar. Untuk terus tanpa menyerah, menunjukkan sebuah sikap yang konsisten dan penuh risiko.
Kini era 2000an, namun Taufik Ismail di tahun 1966, telah mencambuk semangatku untuk tidak takut mempertahankan sikap saat ini.

Tetap berkarya dimanapun dan sampai kapanpun. 
Walaupun mesiu terus di berondongkan ke kepalaku.